Cari Blog Ini

Mukoddimah

Bismillahirrohmaninnrohim...

Kamis, 16 Agustus 2012

Sabtu Sore Itu...


Alia, gadis kecil 6 tahun itu berlari terburu-buru, mencari semak belukar atau tembok atau apa saja yang sekiranya bisa ia gunakan untuk besembunyi. Alia tak ingin jaga. Ia hanya ingin bersembunyi. Bersama Nanda, Dita, Dika dan Sandy, Alia kecil bermain petak umpet di halaman rumah Nanda yang tak jauh dari rumah Alia. Sekarang giliran Dika yang jaga. Semuanya sudah bersembunyi di suatu tempat. Begitu juga dengan Alia. Kepalanya naik turun mengintip dari balik tong sampah rumah Nanda. Mengintai, berharap ia menjadi yang terakhir di temukan. Tapi matahari sudah amat tinggi. Bahkan adzan dhuhur sudah berkumandang satu jam yang lalu. Ini saatnya Alia untuk pergi ke sekolah madrasahnya di Masjid desa.
“Dikaaa…” Alia mengacungkan tangannya. “Alia udahan ya… mau madrasah dulu. Nanti sore Alia main lagi”
“Eh, tapi kan…” Belum selesai Dika berbicara, Alia sudah berlari sekencang-kencangnya meninggalkan mereka. Tidak biasanya, Alia bermain bersama ketiga orang itu. Biasanya ketiga anak itu selalu mengejek Alia, tapi hari ini dengan baik hati mereka mengajak Alia main.
***
Jam lima sore, Alia kembali ke rumah. Tak ada siapapun di rumah itu, kecuali sang nenek Alia yang sudah mulai renta. Alia terus berlari masuk ke kamarnya, menaruh tas sembarangan dan langsung berganti baju. Baju yang sama seperti yang ia pakai saat bermain sebelum madrasah tadi. Baju coklat tua hadiah dari bibi. Alia berlari keluar terburu-buru. Ada janji yang harus ia tunaikan dengan teman-temannya, main.
“Mau kemana kamu? Rumah lagi sepi begini, kenapa malah main?” Nenek Alia marah.
Alia tidak menghiraukan neneknya, gadis enam tahun itu terus berlari meninggalkan rumahnya. Paling juga Bunda sama Ayah lagi di warung. Ini kan Sabtu, biasanya warung rame. Pasti sibuk. Itu yang Alia pikirkan.
Tepat ketika adzan maghrib berkumandang, Alia pulang. Semangat sekali ia. Langsung buru-buru mandi dan mengambil perlengakapan sholatnya. Alia janjian mau pergi ke musholah bareng teman-temannya. Kok rumah masih sepi ya? Kemana ayah dan bunda? Alia sempat heran dengan rumahnya yang masih sepi. Padahal biasanya, sekalipun Sabtu sore, saat maghrib menjelang, Ayah atau Bunda biasanya ada di rumah. Menunaikan sholat maghrib bergantian, baru kemudian kembali ke warung, mencari nafkah lagi. Alia berlari terburu-buru karena takut tertinggal kawan-kawannya.
“Nandaaa…” Teriaknya saat ia sampai di depan pintu rumah Nanda.
“Bentar ya Alia, Nandanya lagi ganti baju. Duduk dulu, nak.” Ibu Nanda dengan ramahnya menyuruh ia duduk di teras. Alia yang lugu hanya manut-manut saja. “Bapak kamu udah pulang, nak?” Tanya ibu Nanda kemudian.
Alia bingung, tak paham dengan pertanyaan Ibu Nanda, bukannya ayahnya ada di warung? “Memangnya ayah pergi kemana, Bu?” Mata Alia menyiratkan seribu pertanyaan.
“Tadi siang, waktu Alia ke madrasah ada dua orang laki-laki pake jaket hitam ke warung Alia. Kata Bapaknya Nanda, laki-laki itu membawa ayah Alia ke mobil jeep. Warungnya ditinggal begitu saja.”
“Ah????” Alia panik, “Ayah Alia diculik?” Alia langsung panik “Alia janji, kalo Alia ketemu sama penculiknya, Alia bakal pukulin penculiknya sampai menyerah. Alia janji.” Ada api di mata Alia, api kemarahan gadis lugu enam tahun.
“Mungkin itu teman ayah Alia. Nanti malam kalau belum pulang baru Alia cari ya.” Ibu Nanda mencoba menenangkan Alia.
Nanda keluar dari rumahnya, lalu bergegas pergi ke musholah untuk mengadi. Sepanjang jalan menuju musholah itu, Alia terus berfikir tentang apa yang terjadi dengan ayahnya. Masa iya ayahnya diculik tapi diam saja? Ayah kan jagoan, masa dibawa paksa ga ngelawan? Pikiran itu terus menghantui Alia. Gadis dengan pikirannya yang masih bersih itu terus berfikir tentang ayahnya yang menghilang secara misterius. Rasanya bercampur aduk. Alia sedih, Alia marah, Alia cemas, Alia bingung, Alia kesal, semuanya bercampur jadi satu dalam hati Alia. Ayah Alia kemana? Pertanyaan itu bahkan tak terjawab sampai saat Alia keluar dari musholah. Bergegas untuk kembali ke rumah.
Jam di dinding rumah Dika menunjukkan pukul 19.30, Alia yang lugu itu memutuskan untuk jajan di warung Dika sebelum ia pulang ke rumah.
“Alia, bapak kamu sudah pulang, nak?” Tanya ibu Dika kepada Alia yang sedang sibuk memilih snak yang ia suka. Seketika Alia terhenti.
“Tidak tahu. Memangnya ayah Alia kemana? Kok semua orang pada nanyain ayah? Ayah diculik pake mobil jeep ya, Bu?” Serentetan pertanyaan ingin tahu Alia terlontar dengan mulus.
“Bukan, sayang. Ayah Alia tidak diculik. Tapi…”
“Ayah kamu kan dibawa polisi, itu gara-gara selingkuh sama Lonte depan rumah Dika.” Dika memotong kata-kata ibunya. Sebuah kalimat yang benar-benar membuat perasaan Alia hancur saat itu juga. Seketika Alia berlari kencang, butiran hangat turun dari matanya. Deras. Alia terus berlari. Sejuta rasa bercampur dalam hatinya. Alia marah, Alia benci, Alia kesal. Alia terus berlari. Ingin sekali ia meninju Dika yang dengan teganya menghina ayah Alia.
BRUKK!!!!
Alia mendorong pintu rumahnya kencang-kencang. Berharap ia bisa menemukan ayahnya sedang duduk di ruang keluarga bersama bunda yang sedang hamil calon adiknya. Alia ingin sekali mengadukan Dika yang telah menghina ayahnya. Alia kesal. Tapi tak ada Ayah dan Bunda di rumah itu. Masih sepi. Masih sama seperti saat Alia tinggal pergi ke masjid sore tadi. Apa Dika benar? Batin Alia mulai bertanya-tanya. Ia berlari ke warungnya, berharap ayahnya ada di sana bersama bundanya. Tapi sekali lagi harapan gadis lugu itu sirna. Tak ada ayah di sana, hanya ada Bunda. Alia berjalan menghampiri bundanya yang tengah duduk di kursi. Warung itu sepi.
“Bunda..” Alia berkata lirih
“Eh, sayang… bagaimana ngajinya tadi? Bisa?” Bunda tersenyum, berusaha menutupi perasaannya yang amat hancur.
“Bisa.” Alia hanya menjawab singkat, “Bunda, ayah dibawa polisi ya?” Alia bertanya ragu-ragu.
“Kata siapa, sayang?”
“Dika yang bilang. Katanya ayah dibawa polisi karena selingkuh sama lonte depan rumahnya. Dika bohong kan, bunda?” Bunda tak bisa lagi menahan haru saat pertanyaan itu keluar dari mulut putri kecilnya. Dan tanpa perlu jawaban pasti dari Bunda, Alia sudah paham. Dika benar. Ia berlari sekencang-kencangnya lagi menuju ke rumahnya. Perasaannya benar-benar hancur. Alia kesal, Alia marah, Alia ingin sekali memaki ayahnya, ingin sekali memberikan wanita itu pelajaran sampai ia tak pernah lagi menyakiti keluarganya. Alia berjanji tidak akan pernah memaafkan wanita itu. Ia berjanji suatu saat nanti ia akan membuat wanita itu menyesal karena sudah membuat keluarganya berantakan.
Alia langsung merobek kertas dari bukunya sesaat setelah ia sampai di rumahnya yang sepi. Si sulung itu benar-benar marah. Di kertas itu ia tulis besar-besar..
ALIA BENCI SAMA AYAH!!!
kertas itu ia tempelkan tepat di pintu lemari baju ayahnya, berharap ayahnya akan membacanya saat ia pulang nanti.
***
Rumah bercat putih yang berdiri kokoh di depan rumah Dika itu, sore ini ramai. Ada dua orang laki-laki berjaket warna hitam mendatangi rumah itu. Mereka membawa seorang perempuan tua dengan dandanan yang amat menor memasuki mobil sedan bertuliskan POLISI dengan paksa. Alia tersenyum puas. Akhirnya, sore ini janjinya tertunaikan. Janjinya untuk membuat wanita itu menyesal telah terlaksanakan. Bukan lewat kekerasan, hanya lewat doa yang tulus. Doa tulus dari seorang gadis lugu yang sekarang telah beranjak dewasa. Doa yang ia panjatkan selama 10 tahun itu akhirnya dijawab oleh Rabbnya. Wanita itu telah tertangkap dan kemungkinan akan dipenjara seumur hidupnya karena membunuh seorang laki-laki yang kata orang adalah kekasih gelapnya. Padahal ia sudah bersuami. Ternyata wanita itu sudah sering menipu banyak laki-laki seperti yang ia lakukan kepada ayah Alia. Ia membuat laki-laki itu takluk padanya, setelah ia berhasil, lantas ia melaporkan laki-laki itu kepada polisi yang bekerja sama dengannya dan menangkap laki-laki itu. Pilihannya cuma dua, dipenjara atau bebas asalkan membayar uang sekian juta. Keluarga laki-laki yang kebanyakan sudah beristri itu lantas membebaskan para laki-laki itu, dan membayar sejumlah uang yang kemudian dipakai wanita itu untuk berfoya-foya. Tapi hari ini semuanya telah berakhir. Alia tersenyum puas sekali lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Bismillahirrohmanirrohimmm