Cari Blog Ini

Mukoddimah

Bismillahirrohmaninnrohim...

Senin, 22 Februari 2010

Di Stadion Siliwangi, Cinta itu Bersemi...

Senja sore telah menghiasi langit Kota Bandung yang cerah. Langitnya merah bersahaja. Teduh. Setelah semuanya selesai mandi dan sholat, 6 sahabat itu pergi ke tempat tes besok, Stadion Siliwangi di jalan Lombok. Angkutan Kota Aceh 02 yang menuju tempat itu, sudah datang, dengan hati yang ingin tahu, mereka semua naik. Jauh. Hampir 1 jam perjalanan yang mereka tempuh. Hampir saja magrib tiba ketika mereka sampai di Stadion Siliwangi. Dengan rasa penasaran yang semakin memuncak, mereka semua turun dari mobil dan berjalan masuk ke tempat ujian besok. Di tribun tempat penonton, mereka duduk, memandangi area stadion yang begitu luasnya.
"Hampir seperti Ranggajati." Aira membandingkan stadion itu dengan stadion Ranggajati, di Cirebon.
Lyra menarik nafas, "Apa kita harus lari mengelilingi lapangan itu?"
Gahara tersenyum, dia tahu, Lyra sangat tidak suka lari. bahkan untuk lari 1 keliling saja, dia bisa tidak kuat, "Tenanglah Ly, kamu pasti bisa." Gahara menyemangati. Ucapan Gahara itu, membuat semangat Lyra muncul, "Tenang, gue bakal bawain ikan buat Lo, ikan mati yang gede banget, biar Lo bisa kuat lari. Hahaha..." Tawa Gahara meledak, puas meledek Lyra yang begitu takut, bisa dibilang Phobia, kepada ikan mati.
"Aga nyebelin." Lyra manyun.
"Kan ultah kemaren Lo bisa lari sampe kenceng gitu. Hehehe..." Gahara masih tidak bisa berhenti tertawa.
"Kamu, takut ikan, Ly?" Dimas ikut nyambung.
"Aga!!! Benci aku sama kamu." ucap Lyra. Gara-gara dia, teman-temannya sampai tahu kelemahan Lyra.
"Benci apa benci, Ly?" Aira ikutan ngeledek Lyra.
Gahara tersenyum manis. 6 sahabat itu tertawa.
"Aduh, dingin." Aira mengelus-elus lengannya.
"Pake sweater gue aja, Ra." Dengan sigap Gahara langsung menawarkan sweaternya.
"Nggak usah." Aira berusaha menolaknya.
Hati Lyra bergetar hebat. Ada yang beda antara Gahara dan Aira. Ada apa? Pikir Lyra.
"Nea ko diem aja sih?" Idham baru berkomentar. Sorot matanya berbeda ketika menatap Nea. Ada yang aneh lagi. "Nea, dingin ya?"
Nea menggeleng pasti.
"terus kenapa?"
"Aku...... takut... nggak bisa lari...Aku... takut... gagal..." Ucap Nea terbata.
"Tenagnglah, Nea... kamu pasti bisa."Idham menyemangati. Kerlingan mata yang aneh. Berbeda dari biasanya. Seperti kerlingan mata Lyra pada Gahara, kerlingan mata Gahara pada Aira. Seperti jatuh cinta.
"Pulang, yuk." Ajak Dimas.
"Ayo."
"Sorry, kita nggak ikut." Seperti rencana awal, Lyra, Aira dan Nea tidak langsung pulang. "Mau ke alun-alun." lanjut Aira.
"Mau ikut?" Sambung Nea
"Mau..." Idham menanggapi.
"Nggak, kita mau pulang." sergah Dimas.
Lyra merogoh saku celananya. Diambilnya sebuah kunci yang bertali warna biru. Lyra menyerahkan kunci itu pada ketiga orang teman lelakinya.
Mereka pisah jalan. Sambil terus berjalan, Lyra memandangi Gahara dengan lekatnya. Perasaannya campur aduk. Melihat sorot mata Gahara pada Aira tadi, rasanya ada yang aneh. Ada perasaan khusus antara Gahara dan Aira. Tapi, Lyra percaya pada Aira. Dia tidak akan menghianati sahabatnya. Seperti Lyra, yang sudah ia anggap saudaranya sendiri. Tapi bagaimana dengan Gahara? Cowok itu. Bisa saja dia berpaling dari Lyra kepada Aira. Bukankah itu sudah sering dia lakukan? Sama halnya dengan 1 bulan yang lalu. Baru ditinggal 2 hari ke Bandung untuk ikut SNMPTN, Gahara sudah berpaling kepada cewek lain, yang jika dibandingkan dengan Lyra, jelas Lyra kalah dalam hal fisik. Cuma fisik. Tidak lebih. Hati Lyra terasa dipenuhi berbagai macam pertanyaan dan persangkaan terhadap Gahara. Gadis itu tidak ingin kehilangan Cinta pertamanya lagi. Lagi. Dulu, awal pertama cinta untuk Gahara bersemi di hati Lyra, Lyra nyaris saja tidak berhasil meluluhkan hati Gahara yang beku. Mirip seperti gunung es. Dingin. Sekali saja, dia tidak pernah bersimpati kepada Lyra. Meskipun dalam ahtinya, Lyra yakin bahwa suatu saat nanti, Gahara akan simpati padanya. Lyra terus berusaha meyakinkan Gahara, bertahun-tahun, bahkan dari mulai kelas 2 SMP sampai ultah ke-17 Lyra . Harapan Lyra akhirnya terkabul. Meskipun hanya sesaat ia merasakan kebahagiaan itu sampai akhirnya Gahara berpaling kepada cewe lain.

Langit senja Bandung, terlihat semakin bersahaja. Setelah keenam sahabat itu berpisah, Lyra, Aira dan Nea langsung menuju tepi jalan raya. Menunggu Angkot Aceh 02. Alun-alun kota, itu tujuan mereka. Setengah jam lagi adzan maghrib akan bergema. Ketiga sahabat itu langsung mencari apa yang mereka butuhkan. Sebenarnya, ini ide Aira untuk membeli baju karena Aira tidak membawa baju olah raga untuk tes besok. Jadilah mereka bersepakat untuk membeli baju di Bandung. Sekalian jalan-jalan katanya. Mereka memasuki satu toko yang letaknya di dekat belokan tempat mereka turun dari angkot. Banyak sekali baju di sana. Bermacam-macam. Pilihan Aira jatuh pada Jaket kaos warna hijau bergambar kodok. Sementara Lyra yang tidak awalnya tidak niat untuk membeli baju, malah tertarik pada busana muslim kaos berwarna pink dan kerudung yang berwarna senada. Ditambah harganya yang bisa dibilang murah, akhirnya Lyra memutuskan untuk membeli busana muslim itu setelah ia sempat berdebat dengan hati nuraninya. Pencarian selesai. Lima menit lagi adzan maghrib berkumandang. Lyra berjalan cepat-cepat. Melirik ke kiri dan ke kanan. Mencari pedagang minuman untuk membatalkan shaumnya. Baru setengah perjalanan menuju masjid Agung Bandung, adzan maghrib berkumandang. Lyra buru-buru membeli satu buah minuman gelas. Ia berbuka.
"Alhamdulillah," Lyra tersenyum. "Laper," lanjutnya.
"Makan yuk," Aira bersemangat.
Lalu ketiga sahabat itu mencari warung tenda di sekitar. Dipilihnya warung nasi goreng untuk acara diner malam ini. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan untuk sholat maghrib di masjid Agung Bandung, sepuluh meter lagi.
"Subhanallah, masjidnya keren" Seru Aira saat mereka melangkahkan kaki untuk pertama kalinya di masjid besar itu. Aira teramat kagum akan keindahan masjid yang ada di hadapannya itu. Amat megah. Mereka sholat maghrib di lantai dua masjid itu.
"Subhanallah, dalemnya lebih keren." Aira tak henti-hentinya mengagumi masjid itu. Memang begitu megah. Pikir Nea yang dari tadi hanya diam.
Sepuluh menit lagi adzan Isya akan berkumandang saat ketiga sahabat itu selesai menunaikan kewajiban shalat maghribnya.
"Nanggung Isya ya," Ucap Aira yang masih betah berlama-lama di masjid itu.
Lyra dan Nea hanya mengangguk. Tampaknya Lyra dan Nea pun setuju untuk lebih lama lagi di masjid nan agung itu.
Pukul setengah delapan malam, mereka sampai di kamar tempat mereka menginap. Ramai ternyata. Gahara, Idham dan Dimas belum terlelap. Lagi asik main kartu. Sesaat kemudian, Aira mengeluarkan keripik singkong pedas yang sempat ia beli di alun-alun tadi. Sementara Lyra, mengaduk-aduk kantong plastik yang ia bawa. Ia teringat bakpia yang terpaksa ia beli di bus siang tadi.
"Bakpianya..."
"Udah abis, dimakan." Dimas menjawab sebelum Lyra menyelesaikan kalimatnya.
"Oh, yaudah ga apa-apa." Lyra lantas tertawa, teringat bagaimana keadaan bakpia itu sebenarnya. Aira dan Lyra lalu saling berpandangan. Mereka semakin tertawa lebar. Sebenarnya, Lyra berniat membuang bakpia itu. Sudah kotor karena terinjak, apa masih layak untuk dimakan? Bahkan Lyra dan Aira yang tau proses pembelian bakpia itu pun enggan untuk memakannya. Kotor. Tapi melihat bakpia itu sudah disikat habis oleh Gahara, Idham dan Dimas akhirnya Lyra hanya bisa berharap semoga mereka akan baik-baik saja setelah makan bakpia kotor itu. Dan keadaan yang sebenarnya tentang bakpia itu hanya menjadi rahasia yang tak pernah diungkapkan Lyra kepada ketiga sahabat lelakinya itu. Maafkan ya, kawan. Ucap Lyra dalam hati sambil terus tertawa.
"Maen kartu yu," Idham mengajak ketiga sahabat ceweknya untuk turut bermain.
"Eh? Kartu?" Lyra yang menganggap main kartu itu judi merasa bingung dengan ajakan sahabat lelakinya itu.
"Ga judi ko, Ly." gahara mampu menebak apa yang difikirkan Lyra.
"Aku ga bisa eh," Nea nyambung.
"Hayo, aku mau ikutan. Bagi sini kartunya." Aira bersemangat.
"Lyra mau ikutan juga?" Dimas menawarkan, yang ditawarkan hanya diam saja.
"Ly, batuin dunkz. Ga seru kalau sendirian." Aira mulai memohon
"Eh? Euh... aku bantuin Aira aja ya." Lyra nyengir
"Yaudah, cewe-cewe ini satu tim yaaa." Dimas akhirnya mengalah. Pertandingan itu dimulai. Seru sekali. Sebentar-sebentar Dimas kena colekan bedak. Sebentar lagi Idham, lalu Gahara. Tim cewek justru berjaya.
"Wah, jago juga ternyata para cewe ini." Muka Dimas sudah sempurna belepotan dengan bedak.
Keceriaan malam itu berkahir ketika malam semakin beranjak naik, bintang berhias indah di angkasa sana. Dingin masih menyelimuti Bandung dengan sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Bismillahirrohmanirrohimmm